Ancaman bahaya
pemanasan global membuat sejumlah pengembang mulai sadar memperhatikan aspek
lingkungan. Itu sebabnya, saat membangun proyek perkantoran, pengembang mulai
menerapkan konsep hijau dan ramah lingkungan.
Sebagai contoh, proyek gedung perkantoran Allianz Tower di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Sebagai pengembang, PT Medialand International menerapkan konsep ramah lingkungan serta hemat energi terhadap gedung berlantai 28. Allianz Tower memakai konsep bangunan Environmental Sustainable Design (ESD). Bentuk bangunan gedungnya pipih di sisi Timur dan Barat karena bisa mengurangi cahaya panas serta sinar matahari langsung. areal seluas 7.000 meter persegi ini, arsitek bakal membuat sistem satu pendopo (basement) dengan ukuran yang minimalis. Sehingga kompleks tersebut menyisakan hingga 70 % areal untuk ruang terbuka hijau. Tujuannya, supaya bisa dipakai sebagai areal resapan air. gedung ini memiliki sistem daur ulang air hujan dan air kotor untuk mengurangi jumlah air yang dibuang ke saluran. Sehingga sekitar 80% dari air kotor yang didaur ulang bisa terpakai kembali. Misalnya untuk menyiram tanaman, sebagai air pembersih toilet, serta sebagai bahan baku pendingin ruang kerja berkat sistem water cooler air condition. Grup Ciputra juga memasukkan konsep serupa di proyek Ciputra Multivision Tower di Kuningan, gedung ini menggunakan sistem double glassing. Artinya, sinar matahari bisa bebas masuk ruangan, tapi ruangan tetap bisa dingin. Perkantoran itu juga menerapkan sistem daur ulang air limbah serta menanam pepohonan. Sedangkan PT Bakrieland Development sudah terlebih dulu menggunakan konsep hijau saat mendirikan Bakrie Tower. Misalnya, konsep bangunan tipe belah ketupat. Jarak antar gedung tidak berjauhan. Tujuannya, agar tidak terkena panas langsung dan ruang di bawah tetap sejuk. Konsep gedung hijau ini ternyata butuh pengorbanan. Konsep ini butuh tambahan anggaran investasi antara 20%-30%. |
Pembangunan bangunan hemat energi
dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota
hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green
building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk
hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global
dan krisis ekonomi global.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).
Bangunan hijau mensyaratkan lay out desain bangunan (10 %), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 %), pemenuhan energi listrik (30%), bahan bangunan (15 %), kualitas udara dalam (20 %), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 %.
PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE :
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).
Bangunan hijau mensyaratkan lay out desain bangunan (10 %), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 %), pemenuhan energi listrik (30%), bahan bangunan (15 %), kualitas udara dalam (20 %), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 %.
PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE :
1. Hemat energi /
Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan
bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam sekitar
lokasi bangunan ).
2. Memperhatikan
kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus berdasarkan iklim
yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
3. Minimizing new
resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam yang
baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa
mendatang.
4. Penggunaan material
bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
5. Tidak berdampak
negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut / Respect for
site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi
tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak
aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada )
6. Merespon keadaan
tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan harus
memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.
7. Menetapkan seluruh
prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan / Holism : Ketentuan
diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan
kita.
Pemanfaatan energi alternatif