Kamis, 30 Januari 2014

Bangunan Hemat Energi



Ancaman bahaya pemanasan global membuat sejumlah pengembang mulai sadar memperhatikan aspek lingkungan. Itu sebabnya, saat membangun proyek perkantoran, pengembang mulai menerapkan konsep hijau dan ramah lingkungan.

Sebagai contoh, proyek gedung perkantoran Allianz Tower di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Sebagai pengembang, PT Medialand International menerapkan konsep ramah lingkungan serta hemat energi terhadap gedung berlantai 28. Allianz Tower memakai konsep bangunan Environmental Sustainable Design (ESD). Bentuk bangunan gedungnya pipih di sisi Timur dan Barat karena bisa mengurangi cahaya panas serta sinar matahari langsung. areal seluas 7.000 meter persegi ini, arsitek bakal membuat sistem satu pendopo (basement) dengan ukuran yang minimalis. Sehingga kompleks tersebut menyisakan hingga 70 % areal untuk ruang terbuka hijau. Tujuannya, supaya bisa dipakai sebagai areal resapan air. gedung ini memiliki sistem daur ulang air hujan dan air kotor untuk mengurangi jumlah air yang dibuang ke saluran. Sehingga sekitar 80% dari air kotor yang didaur ulang bisa terpakai kembali. Misalnya untuk menyiram tanaman, sebagai air pembersih toilet, serta sebagai bahan baku pendingin ruang kerja berkat sistem water cooler air condition.

Grup Ciputra juga memasukkan konsep serupa di proyek Ciputra Multivision Tower di Kuningan, gedung ini menggunakan sistem double glassing. Artinya, sinar matahari bisa bebas masuk ruangan, tapi ruangan tetap bisa dingin. Perkantoran itu juga menerapkan sistem daur ulang air limbah serta menanam pepohonan.

Sedangkan PT Bakrieland Development sudah terlebih dulu menggunakan konsep hijau saat mendirikan Bakrie Tower. Misalnya, konsep bangunan tipe belah ketupat. Jarak antar gedung tidak berjauhan. Tujuannya, agar tidak terkena panas langsung dan ruang di bawah tetap sejuk. Konsep gedung hijau ini ternyata butuh pengorbanan. Konsep ini butuh tambahan anggaran investasi antara 20%-30%.
Pembangunan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan harus murah, mudah, dan berdampak luas. Pengembangan kota hijau (green city), properti hijau (green property), bangunan hijau (green building), kantor/sekolah hijau (green school/office), hingga pemakaian produk hijau (green product) terus dilakukan untuk turut mengurangi pemanasan global dan krisis ekonomi global.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal. Desain bangunan (green building) hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan (green product).

Bangunan hijau mensyaratkan lay out desain bangunan (10 %), konsumsi dan pengelolaan air bersih (10 %), pemenuhan energi listrik (30%), bahan bangunan (15 %), kualitas udara dalam (20 %), dan terobosan inovasi (teknologi, operasional) sebesar 15 %.


PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE :
1.    Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan ).
2.    Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
3.    Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa mendatang.
4.    Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
5.    Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut / Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada )
6.    Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.
7.    Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan / Holism : Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan kita.

Pemanfaatan energi alternatif

Untuk menghemat pemakaian listrik, kita dapat menggunakan lampu hemat energi, mempertahankan suhu AC di 25º C, membuka tirai jendela bila memungkinkan agar terang, dan matikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan (bukan posisi stand-by).

Penghuni diharapkan memanfaatkan energi alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik yang murah dan praktis, serta ditunjang pengembangan teknologi energi tenaga surya, angin, atau biogas untuk bangunan rumah/ gedung.

Penggunaan material lokal akan lebih menghemat biaya (biaya produksi, angkutan). Kreativitas desain sangat dibutuhkan untuk menghasilkan bangunan berbahan lokal menjadi lebih menarik, keunikan khas lokal, dan mudah diganti dan diperoleh dari tempat sekitar. Perpaduan material batu kali atau batu bata untuk fondasi dan dinding, dinding dari kayu atau gedeg modern (bambu), atap genteng, dan lantai teraso tidak kalah bagus dengan bangunan berdinding beton dan kaca, rangka dan atap baja, serta lantai keramik, marmer, atau granit. Motif dan ornamen lokal pada dekoratif bangunan juga memberikan nilai tambah tersendiri.

Pemanfaatan material bekas atau sisa untuk bahan renovasi bangunan juga dapat menghasilkan bangunan yang indah dan fungsional. Kusen, daun pintu atau jendela, kaca, teraso, hingga tangga dan pagar besi bekas masih bisa dirapikan, diberi sentuhan baru, dan dipakai ulang yang dapat memberikan suasana baru pada bangunan. Lebih murah dan tetap kuat.

Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memerhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 % ruang terbangun berbanding 30-60 % untuk ruang hijau untuk bernapas dan menyerap air. Keseluruhan atau sebagian atap bangunan dikembalikan sebagai ruang hijau pengganti lahan yang dipakai massa bangunan di bagian bawahnya. Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden) dan dinding dijalari tanaman rambat (green wall) agar suhu udara di luar dan dalam turun, pencemaran berkurang, dan ruang hijau bertambah.

Pemanasan bumi
Keberadaan taman dan pohon penting dalam mengantisipasi pemanasan bumi. Ruang dalam bangunan diisi tanaman pot. Ruang hijau diolah menjadi kebun sayuran dan apotek hidup serta ditanami pohon buah-buahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghuni dapat memelihara dan melindungi pohon dengan mengadopsi dan menjadi orangtua angkat pohon-pohon besar yang ada di depan jalan depan bangunan (rumah, gedung) kita.

Idealnya, air hujan bisa diserap ke dalam tanah sebesar 30 %. Dengan banyaknya bangunan beton, jalan aspal, dan minim ruang terbuka hijau, kota (seperti Jakarta) hanya mampu menyerap 9 % air hujan. Maka, saat musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Sementara konsumsi air dari PDAM hanya 47 %, sedangkan air tanah mencapai 53%.

Bangunan harus mulai mengurangi pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan mengisi kembali air tanah (recharge) dengan sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan/atau lubang resapan biopori (10 sentimeter x 1 meter).

Semua air limbah dimasukkan ke dalam sumur resapan air dengan pengolahan konvensional supaya tidak harus terlalu bergantung kepada sistem lingkungan yang ada. Cara hemat penggunaan air adalah tutup keran bila tidak diperlukan, jangan biarkan air keran menetes, hemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/piring, pilih dual flush untuk toilet, selalu habiskan air yang Anda minum.

Dalam mengolah budaya sampah, bangunan menyediakan tempat pengolahan sampah mandiri sejak dari sumbernya. Penghuni diajak mengurangi (reduce) pemakaian barang sulit terurai. Sampah anorganik dipilah dan digunakan ulang atau dijual ke pemulung. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman kebun. Tidak ada sampah yang terbuang (zero waste).

Menurut WHO (2006), 70 persen polusi di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Menanam 5 pohon hanya mampu menyerap emisi CO2 yang dikeluarkan oleh 1 mobil! Dan, emisi per orang untuk menempuh tiap kilometer perjalanan dengan mobil pribadi adalah 15 kali bus. Kita perlu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, beralih ke alat transportasi publik ramah lingkungan, car pooling, ajak rekan-rekan searah, eco-driving. Beruntung jika bangunan dekat sekolah, pasar, atau kantor, kita cukup naik sepeda atau berjalan kaki.

Kita dapat menerapkan sistem manajemen lingkungan mulai dari rumah, sekolah, hingga kantor secara praktis dan sederhana untuk membantu dan mendukung terwujudnya bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, menginspirasi penghuni dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan, membantu menekan biaya rumah tangga, mengurangi konsumsi sumber daya alam, mempromosikan praktik lestari melalui peningkatan kesadartahuan penghuni, mempromosikan cara-cara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.
Ada beberapa beberapa hal yang bisa dilakukan agar sebuah kantor atau gedung hemat energi. Antara lain sudah diaplikasikan pada Gedung Annex lantai 5 Kantor Ditjen Ketenagalistrikan yang menjadi gedung kantor EECHI. Fitur-fitur pada kantor hemat energi haruslah meliputi seluruh rancangan, material, desain interior, sistem operasional dan teknologi yang digunakan adalah yang hemat energi.
Ada beberapa fitur khusus dari kantor ini yang membuatnya hemat energi yaitu,
1.    penggunaan langit-langit yang lebih tinggi serta pengorganisasian ruangan dan partisi guna memaksimalkan cahaya alami dan distribusi AC yang lebih baik.
2.    penggunaan AC dengan Variable Refrigerant Volume (VRV) multi split system yang bisa menghemat energi hingga 30-40% dibandingkan AC biasa.
3.    pengendalian udara segar melalui pengukuran jumlah air kondensat yang keluar dari unit AC serta pengukuran kandungan CO2 yang dapat membantu untuk mendeteksi kebocoran.
4.    penggunaan lampu jenis T5 yang hemat energi dengan pengontrol cahaya dan sensor okupansi.
5.    penggunaan reflektor cahaya pada dinding horisontal luar jendela untuk menahan panas.
6.    penggunaan material-material yang ramah lingkungan seperti bahan lantai yang terbuat dari bambu dan cat rendah VOC.

Dalam pelaksanaan gedung hemat energi  dilakukan  retrofitting atau upgrade terlebih dahulu. Kondisi Kantor EECCHI misalnya, sebelum retrofitting mempunyai Indeks Konsumsi Energi sebesar 170 kWh/m2/tahun.
Selain itu, suhu ruangan dan RH lebih tinggi dari nilai yang direkomendasikan terutama setelah AC sentral dimatikan pada jam 15:00, suhu ruangan tinggi pada saat jam kantor, umumnya di atas 26°C dan tingkat kelembaban tinggi pada jam kantor, umumnya antara 60-70%.
Kadar CO2 yang tinggi di dalam ruangan mengindikasikan bahwa terlalu banyak udara segar di ruangan akibat tingginya tingkat kebocoran udara melalui pintu, jendela dan celah partisi (infiltrasi udara luar). Tingkat kebisingan dalam ruangan juga diperhitungkan dengan rata-rata 70 dBA, yaitu jauh di atas ambang batas standar Internasional untuk perkantoran.
Karenanya harus dilakukan perbai­kan dan inovasi pada ruaangan. Antara lain dengan desain interior yang memak­si­­malkan penggunaan energi dan kenya­manan dipadu dengan teknologi.

Contoh Bangunan Hemat Energi

Sebagai penentu skema Green Mark untuk bangunan hijau Singapura, Building and Construction
Academy (BCA) telah memberi contoh bagaimana sebuah bangunan bisa disebut hijau (green). BCA membangun kembali gedungnya yang disebut BCA Academy hingga menjadi sebuah kompleks bangunan yang disebut zero energy building (ZEP) atau bangunan nol energi.


 
Disebut nol energi karena bangunan yang dirancang oleh DP Architect itu memproduksi energi untuk keperluan sehari-hari dengan menggunakan panel tenaga matahari. BCA Academy juga memanfaatkan kekayaan alam semaksimal mungkin.

Selain menggunakan tenaga matahari sebagai sumber energi, mereka juga menampung air hujan untuk digunakan sebagai toilet. Hampir tidak ada sisi gedung yang tidak terkena sinar matahari sehingga menghemat penggunaan listrik untuk penerangan, terutama di siang hari.

Dibandingkan dengan gedung-gedung dengan kapasitas serupa, penggunaan energi di BCA Academy jauh lebih hemat. Berdasarkan tarif listrik 21,69 sen per kwh, bangunan ini berhasil menghemat pengeluaran hingga 84.000 dollar Singapura per tahun.

Sejumlah fitur menarik dari bangunan seluas 4.500 meter persegi itu antara lain sistem peneduh yang ditempatkan secara strategis sehingga bangunan terlindung dari terik matahari, namun interior bangunan tetap mendapat cahaya alami.

Di negara tropis, penggunaan energi listrik terbesar adalah untuk air conditioner. Para arsitek BCA menyiasati tingginya temperatur dengan tanaman rambat yang ditanam secara vertikal. Ada dua manfaat sekaligus dengan sistem ini, yaitu dinding terlindung dari paparan langsung sinar matahari sekaligus untuk menurunkan temperatur dalam ruangan.



 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar