Musik bagi sebagian orang mungkin adalah hanya dianggap sebagai alunan melodi yang mampu menghibur dan menjadi pengiring aktifitas mereka. Tapi bagi musisi sekelas Piyu, musik adalah “Passion” yang harus dinikmati sebagai sebuah proses baik dari pengerjaan maupun saat mendengarkannya. Filosofi yang sama juga diterapkannya untuk menikmati Mercedes-Benz.
Satriyo Yudi Wahono atau akrab kita kenal dengan Piyu, gitaris band Padi adalah salah satu musisi Indonesia yang merintis karirnya dari bawah. Passion bermusiknya kini lebih banyak ia tuangkan dalam bentuk berbeda, yaitu memproduseri band-band atau musisi baru.
Seperti halnya dalam bermusik, Piyu memilih kendaraan pribadinya lebih dari sekedar alat transportasi. Pria kelahiran Surabaya, 15 Juli 1973 ini memandang kalau mobil adalah perwujudan passion dalam kedewasaan atau “maturity”. “Memiliki Mercedes-Benz buat saya menampilkan sisi ‘mature’ dan memiliki kesan yang lebih ‘settle’, dibandingkan dengan mobil Jepang atau yg lainnya,” ujar penggemar parfum Hermes, Samarchand ini.
Pernah merasakan ‘hidup’ di bengkel, membuat Piyu memiliki latar belakang pengetahuan soal mobil yang bisa di bilang lebih dari rata-rata. Mercedes-Benz bagi Piyu, di kenal memiliki keunggulan soal teknologi yang jauh lebih maju dengan suku cadang yang relatif ramah bagi kantong ketimbang mobil lansiran Eropa lainnya.
Selain pengetahuannya soal Mercedes-Benz, kualitas, serta suku cadangnya dari kehidupan bengkel, ternyata Piyu memiliki sumber inspirasi lain yang memicunya memiliki Mercedes-Benz. “Waktu masih jaman SMA sampai kuliah, di Surabaya, saya dan teman-teman sering melihat Kaji Sukri (Haji Sukri) yang memiliki sebuah Mercedes-Benz E320 Masterpiece. Pria asal Madura itu merupakan pengumpul besi tua yang sukses,” kenang ayah dari Anastassia Mikayla Satriyo. “Lucunya, walau pak haji Sukri hanya pakai sarung saat naik Mercy-nya, tetap menunjukkan sebuah entitas nilai kemapanan,” lanjut Piyu.
Kenangan dan inspirasi dari Haji Sukri sang pengumpul besi tua yang mampu memiliki mobil mewah pun terus terpatri dalam benak Piyu. Hasil jerih payahnya bermusik bersama Padi kala itu, akhirnya diwujudkan dalam sebuah mobil. “Pertama kali saya beli sebuah mobil dari uang saya sendiri adalah Mercy yang sama dengan yang dimiliki oleh Haji Sukri namun beda tipe, Mercedes-Benz E220 Masterpiece,” tukas pria penyuka busana jeans, t-shirt dan kulit ini.
Kenangan Piyu yang cukup unik terjadi tak lama setelah ia membeli mobil tersebut. Masterpiece-nya mogok di jalan, usai manggung di sebuah stasiun televisi di kawasan Daan Mogot Jakarta Barat. “Ternyata dulu saya membeli mobil yang mesinnya bermasalah. Tapi senang rasanya karena bisa dilayani oleh mobil derek emergency dari Mercedes-Benz. Mereka tidak memandang siapa dan apa, selama itu Mercy, kita dilayani dengan baik,” papar pengkoleksi barang-barang dari film Star Wars ini.
Selanjutnya setelah mobil pertamanya, Piyu yang belum lama ini meluncurkan Buku Biografinya, Piyu : from the inside out, Life, Passion, Dreams, and His Legacy, sempat menikmati sejumlah Mercedes-Benz Series lainnya seperti C 180, C 250 dan S 350. Hingga akhirnya membeli sebuah Mercedes-Benz C 250 CGI bercorak batik. Piyu mengaku selalu menyukai dinamisme khas Mercedes-Benz. “Mercedes-Benz selalu menunjukkan dinamisme, mulai dari sisi mesin, suspensi yang nyaman serta desain yang selalu ‘evolve’ atau berkembang dari generasi ke generasi,” ujar pecinta gitar Gibson Les Paul ini.
Kecintaan terhadap budaya bangsa serta nilai ‘heritage’ lah yang kemudian memantapkan Piyu untuk membeli Mercedes-Benz C 250 CGI bermotif Batik. Corak Batik yang disematkan di Mercedes-Benz C 250 CGI itu sendiri dirancang oleh desainer kenamaan, Carmanita. “Saya membeli “Mercy Batik” ini karena selain memiliki nilai Heritage, juga menunjukkan sesuatu yang sangat berbeda dan sangat langka. Mobil ini menurut saya bisa jadi ‘message’ atau pesan tersendiri dan menunjukkan pada dunia luar keindahan batik,” Ujar suami dari Flo yang kini sedang menyiapkan peluncuran Album Solo Gitarnya.
Menilik secara keseluruhan, Piyu berpandangan semua sisi dari Mercedes-Benz, mulai dari kualitas mesin, dinamisnya suspensi, kenyamanan, hingga desainnya jauh lebih bernilai ketimbang sisi lainnya. Desain Mercedes-Benz juga dinilai Piyu sebagai sesuatu yang “cutting cdge” selalu berinnovasi dalam mengembangkan model-modelnya. “Ibarat musik, Mercedes-Benz adalah komposisi orchestra karya Mozzart atau Bach (Johann Sabastian Bach) yang memiliki nilai-nilai heritage yang selalu dapat bertahan lama,” ujar gitaris yang juga masih hobil berburu berbagai koleksi CD music dan DVD film.
Sebagai pengguna Mercedes-Benz piyu juga aktif berpartisipasi di berbagai kegiatan yang dihelat Mercedes-Benz seperti Mercedes-Benz Driving Experience, hingga Batavia Night Rally 2011 lalu. “Kalau tahun depan ada kesempatan, saya mau lagi ikutan rally pakai mobil saya,” tukas Piyu yang mengikuti Night Rally dengan smart fortwo. Piyu juga melihat Mercedes-Benz sebagai salah satu pabrikan mobil mewah yang aktif menggerakkan pengguna dan komunitasnya, dalam kegiatan-kegiatan off air. Tak heran jika Piyu lebih mendambakan bisa mengkoleksi Mercedes-Benz klasik seperti varian 170V keluaran tahun 1930’an. “Pingin punya Mercy yang klasik masih engkol,” seloroh Piyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar